-Flo-
ERA TELEVISI
Hadirnya iklan televisi tentu saja menimbulkan gegar yang cukup signifikan terhadap lanskap media iklan Indonesia. Jumlah anggaran periklanan di Indonesia memang menunjukkan kenaikan sejak tumbuhnya stasiun-stasiun televisi swasta yang serta-merta menjadi media iklan. Tetapi, jelas pula tampak bahwa hampir semua kenaikan anggaran periklanan itu semata-mata dinikmati oleh sektor televisi.
Hadirnya 10 stasiun televisi swasta di Indonesia memang menyedot porsi terbesar dari anggaran periklanan. Wajar bila media-media lain pun menjerit.
Peningkatan anggaran periklanan yang terus menerus terjadi di Indonesia pun tidak menguntungkan media cetak. Stasiun televisi meningkatkan tarif iklannya setiap tahun, sehingga kenaikan anggaran periklanan sebagian besar merupakan fungsi dari kenaikan tarif yang terjadi.
Salah satu sektor yang terpukul habis oleh televisi adalah media bioskop. Berbagai gedung bioskop -khususnya di tataran akar rumput- kini telah menutup pintunya karena tidak ada lagi masyarakat yang ingin menonton.
Radio memang sempat terpukul sebentar ketika stasiun televisi swasta semakin heboh menyedot anggaran periklanan. Untungnya industri siaran radio di Indonesia telah cukup canggih dan profesional ketika hal itu terjadi. Dengan cepat mereka melakukan re-engineering terhadap format siarannya-antara lain dengan berita yang disampaikan secara cerdas, menarik, dan interaktif, serta berbagai talkshow yang menarik.
Di sektor media cetak, tampak geliat yang cukup signifikan di bidang majalah. Tampilan warna yang indah, serta isinya yang semakin seronok, merupakan daya tarik utama maraknya majalah sebagai media iklan. Diizinkannya franchise majalah asing sejak 1998 pun merupakan obat subur bagi mekarnya industri majalah.
IKLAN INTERAKTIF
Akhir dasawarsa 1980-an, masyarakat dunia "dikejutkan" oleh kemunculan Music Television (MTV) yang berpenampilan segar dan sangat informal. Dengan konsep video musik, MTV mengantar sebuah era baru dalam media periklanan. MTV menjadi perintis bagi kehadiran berbagai jenis televisi komersial seperti yang dikenal denhan nama ShopTV atau DirecTV di berbagai negara. Pemirsa tidak mencari program di televisi, melainkan langsung mencari produk yang ditayangkan di televisi.
Pada tahun 1994, masyarakat Indonesia mulai pula mengenal media televisi kabel dengan diawalinya layanan Indovision. Dalam waktu singkat hadir pula Kabelvision yang merupakan anak usaha Kelompok Lippo. Pasar televisi kabel menjadi kian semarak ketika pada tahun 2006 hadir pula Astro, sebuah perusahaan televisi kabel dari Malaysia. Astro bahkan membuat program sendiri untuk meramaikan layanannya. Ketiga televisi kabel Indonesia itu kini menjadi salah satu warna dalam pelangi media periklanan Indonesia.
Mekarnya budaya Internet juga memberi media baru bagi periklanan Indonesia. Pada pertengahan 1998, hadir detik.com sebagai media umum cyber pertama di Indonesia. Dalam perkembangannya, media-media maya ini semakin berfokus pada pengembangan komunitas-komunitas demi penajaman sekmen pelanggan jangkauannya. Hal ini, tentu saja, sesuai dengan positioning untuk menjadikan cyber media sebagai media iklan yang spesial.
Pada tahun 1994, masyarakat Indonesia mulai pula mengenal media televisi kabel dengan diawalinya layanan Indovision. Dalam waktu singkat hadir pula Kabelvision yang merupakan anak usaha Kelompok Lippo. Pasar televisi kabel menjadi kian semarak ketika pada tahun 2006 hadir pula Astro, sebuah perusahaan televisi kabel dari Malaysia. Astro bahkan membuat program sendiri untuk meramaikan layanannya. Ketiga televisi kabel Indonesia itu kini menjadi salah satu warna dalam pelangi media periklanan Indonesia.
Mekarnya budaya Internet juga memberi media baru bagi periklanan Indonesia. Pada pertengahan 1998, hadir detik.com sebagai media umum cyber pertama di Indonesia. Dalam perkembangannya, media-media maya ini semakin berfokus pada pengembangan komunitas-komunitas demi penajaman sekmen pelanggan jangkauannya. Hal ini, tentu saja, sesuai dengan positioning untuk menjadikan cyber media sebagai media iklan yang spesial.
ARUS GLOBALISASI : SEBUAH KENISCAYAAN
Era pasar bebas tentu saja mengimbas sektor periklanan pula. Investasi dan kepemilikan usaha menjadi semakin tidak mengenal tapal batas. Kenyataan ini memberi angin bagi semakin mengakarnya kehadiran perusahaan periklanan multinasional di Indonesia. Perusahaan periklanan asing yang semula "bersembunyi" dibalik facade perusahaan periklanan nasional, sekarang telah berbalik posisi menjadi di depan secara terang-terangan.
Akan tetapi, perusahan-perusahaan periklanan skala menengah pun terkena imbas. Henry Saputra yang dulu memiliki Metro Advertising, sekarang "ditelan" oleh Publicis. Beberapa perusahaan periklanan nasional terus menyusut peran dan porsinya di tengah gencarnya aktivitas perusahaan periklanan global.
Pada tahun 2002, Matari bergabung dengan jaringan perusahaan periklanan nasional di Asia, bernama AsiaLink. Sejak tahun 2005, Presiden Direktur Matari, Aswan Soendojo menjadi Chairman AsiaLink.
Era pasar bebas tentu saja mengimbas sektor periklanan pula. Investasi dan kepemilikan usaha menjadi semakin tidak mengenal tapal batas. Kenyataan ini memberi angin bagi semakin mengakarnya kehadiran perusahaan periklanan multinasional di Indonesia. Perusahaan periklanan asing yang semula "bersembunyi" dibalik facade perusahaan periklanan nasional, sekarang telah berbalik posisi menjadi di depan secara terang-terangan.
Akan tetapi, perusahan-perusahaan periklanan skala menengah pun terkena imbas. Henry Saputra yang dulu memiliki Metro Advertising, sekarang "ditelan" oleh Publicis. Beberapa perusahaan periklanan nasional terus menyusut peran dan porsinya di tengah gencarnya aktivitas perusahaan periklanan global.

Pada tahun 2002, Matari bergabung dengan jaringan perusahaan periklanan nasional di Asia, bernama AsiaLink. Sejak tahun 2005, Presiden Direktur Matari, Aswan Soendojo menjadi Chairman AsiaLink.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar